A. Latar Belakang Masalah
Sejarah peradaban Islam dapat dibagi ke dalam tiga periode besar, yaitu periode Klasik (650-1250 M), Pertengahan (1250-1800 M), dan Moderen (1800 M – ke atas).
Periode Klasik merupakan zaman kemajuan. Pada periode ini ditandai dengan berkembangnya dan memuncaknya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama, bidang non agama maupun dalam bidang kebudayaan Islam.[1]
Ketika Islam mempunyai peradaban yang tinggi pada zaman Klasik, Eropa berada dalam zaman Pertengahan, yang ditandai dengan zaman kegelapan. Tidak mengherankan kalau orang-orang Eropa datang ke Andalus dan Sisilia, yang ketika itu merupakan pusat peradaban Islam, di samping Baghdad, Kairo, Damsyik dan lain-lain, untuk mempelajari filsafat dan sains yang berkembang dalam dunia Islam.
Berbeda dengan periode Klasik yang mengalami kemajuan, umat Islam pada periode pertengahan mengalami kemunduran karena disintegrasi bertambah meningkat, disamping umat Islam kurang sekali perhatiannya pada ilmu pengetahuan. Ini ditandai dengan adanya pemikiran-pemikiran para ulama yang bersifat dogmatis dan didukung juga oleh perbedaan-perbedaan pemikiran yang terjadi antara ulama Sunni dan ulama Syi’ah.
Pada tahun 1800 M (Periode Moderen) adalah awal zaman umat Islam mulai bangkit. Kebangkitan umat Islam pada abad ke delapan belas berawal dari kehancuran tiga kerajaan besar yaitu, Turki Usmani, Safawi di Persia, dan Mughal di India. Dan berkuasanya Napoleon atas Mesir yang merupakan salah satu pusat dunia Islam yang terpenting melahirkan kesadaran pemuka-pemuka Islam , bahwa umat Islam dalam keadaan terbelakang dan lemah.
Berkaitan dengan kesadaran ulama Islam pada abad ke-18 Harun Nasution berpendapat bahwa:
Periode Klasik merupakan zaman kemajuan. Pada periode ini ditandai dengan berkembangnya dan memuncaknya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama, bidang non agama maupun dalam bidang kebudayaan Islam.[1]
Ketika Islam mempunyai peradaban yang tinggi pada zaman Klasik, Eropa berada dalam zaman Pertengahan, yang ditandai dengan zaman kegelapan. Tidak mengherankan kalau orang-orang Eropa datang ke Andalus dan Sisilia, yang ketika itu merupakan pusat peradaban Islam, di samping Baghdad, Kairo, Damsyik dan lain-lain, untuk mempelajari filsafat dan sains yang berkembang dalam dunia Islam.
Berbeda dengan periode Klasik yang mengalami kemajuan, umat Islam pada periode pertengahan mengalami kemunduran karena disintegrasi bertambah meningkat, disamping umat Islam kurang sekali perhatiannya pada ilmu pengetahuan. Ini ditandai dengan adanya pemikiran-pemikiran para ulama yang bersifat dogmatis dan didukung juga oleh perbedaan-perbedaan pemikiran yang terjadi antara ulama Sunni dan ulama Syi’ah.
Pada tahun 1800 M (Periode Moderen) adalah awal zaman umat Islam mulai bangkit. Kebangkitan umat Islam pada abad ke delapan belas berawal dari kehancuran tiga kerajaan besar yaitu, Turki Usmani, Safawi di Persia, dan Mughal di India. Dan berkuasanya Napoleon atas Mesir yang merupakan salah satu pusat dunia Islam yang terpenting melahirkan kesadaran pemuka-pemuka Islam , bahwa umat Islam dalam keadaan terbelakang dan lemah.
Berkaitan dengan kesadaran ulama Islam pada abad ke-18 Harun Nasution berpendapat bahwa:
“Kesadaran ini menimbulkan keinginan di kalangan umat Islam untuk memperbaiki kedudukan mereka dengan menoleh ke dan belajar dari Barat. Pemimpin-pemimpin Islam ingin mempermodern dunia Islam. Dengan demikian timbullah periode Modern dalam sejarah Islam yaitu dari tahun 1800 M sampai zaman kita sekarang ini”.[2]
Ide-ide pembaharuan dalam Islam bukan seperti yang dipersepsikan oleh sebagian umat Islam tradisional dan sebagian umat Islam modern. Dalam benak mereka hingga saat ini nampak ada perasaan masih belum mau menerima apa yang dimaksud dengan pembaharuan Islam. Mereka memandang bahwa pembaharuan dalam Islam adalah membuang ajaran Islam yang lama diganti dengan ajaran Islam yang baru, padahal ajaran Islam yang lama itu berdasarkan pada hasil ijtihad para ulama besar. Dan upaya mencocokkan kehendak al-Qur’an dan al-Hadits dengan kehendak orang yang menafsirkannya, bukan mengajak orang untuk hidup sesuai dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Pembaharuan dalam Islam sebenarnya bukan seperti pembaharuan yang dipersepsikan oleh sementara sebagian kaum tradisional dan sebagian kaum modern di atas. Tetapi pembaharuan Islam di sini didasarkan dengan ide-ide pembaharuan yang mengupayakan penyesuain paham keagamaan Islam dengan perkembangan zaman yaitu perkembangan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[3]
Harun Nasution dalam bukunya berjudul Pembaharuan dalam Islam telah banyak mengemukakan ide-ide pembaharuan antara lain dengan cara menghilangkan bid’ah yang terdapat dalam ajaran Islam, kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya, dibuka pintu ijtihad, menghargai pendapat akal, dan menghilangkan sikap dualisme dalam bidang pendidikan.[4]
Salah satu ide pembaharuan dalam Islam adalah menghargai pendapat akal yang pada akhirnya lahirlah pemikiran rasional dalam dunia Islam. Pemikiran rasional dalam dunia Islam sebenarnya sudah ada sejak zaman Klasik Islam yang berakhir pada pertengahan abad ke delapan belas dan muncullah abad pertengahan Islam yang berlangsung sampai permulaan abad ke sembilan belas.
Secara eksplisit perlu ditegaskan, bahwa pemikiran rasional dan ilmu pengetahuan Islam telah dibawa oleh orang ke Eropa melalui penerjemah buku-buku filsafat dan sains Islam ke dalam bahasa Latin dan pada akhirnya menimbulkan renaisans di Eropa Barat pada abad ke empat belas sampai ke enam belas. Di Eropa pada zaman itu dikenal gerakan Averroisme yang diambil dari nama Ibnu Rusyd, ahli agama, dokter dan filosof Islam terbesar di Andalusia. Averroisme berisikan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah.
Sementara Harun Nasution berbicara tntang pemikiran Islam rasional dan ilmu pengetahuan Islam adalah :
“Ketika pada abad ke sembilan belas, pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah ini dibawa kembali oleh orang Barat ke dunia Islam, ia ditolak karena dianggap non Islam, sungguhpun ulama modern dalam Islam, seperti Al-Thahthawi dan Muhammad Abduh di Mesir, menegaskan bahwa apa yang dibawa orang Barat itu sebenarnya milik Islam yang dikembangkan di Eropa. Sampai dewasa ini mayoritas umat Islam masih berpendapat bahwa pemikiran rasional filosofis dan ilmiah itu adalah intervensi Barat dan bukan intervensi ulama Islam zaman Klasik”.[5]
Mengutip pendapat Aristoteles, Al-Farabi menggambarkan makhluk manusia sebagai binatang rasional (al-hayawan al-nathiq) yang lebih unggul dibanding makhluk-makhluk lain. Manusia menikmati dominasinya atas spesies-spesies lain karena memiliki intelegensi atau kecerdasan (nuthq) dan kehendak (iradah), keduanya merupakan fungsi dari daya kemampuan.[6] Kemampuan dalam diri manusia inilah yang disebut akal. Akal menjadikan keberadaan manusia lebih sempurna daripada mahkluk lain sebagai ciptaan Tuhan.
Keberadaan akal dalam Islam sangat tinggi kedudukanya dan urgensi sekali sehingga muncul statemen nabi bahwa agama itu adalah akal (rasional), tidak ada agama yang tidak rasional.[7] Dari statemen ini lahirlah pemikiran rasional dikalangan cendikiawan muslim, dan pemikiran rasional ini dipengaruhi oleh bangkitnya para mikir muslim dengan persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti terdapat dalam al-Qur’an dan al Hadits.
Perlu ditegaskan bahwa ada perbedaan antara pemikiran rasional Islam dan pemikiran rasionalisme Yunani. Di Yunani tidak dikenal agama samawi, maka pemikiran tumbuh dan berkembang bebas tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama. Sementara pada zaman Islam Klasik pemikiran rasional terikat ajaran ajaran Islam sebagi mana yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Yakni ajaran-ajaran yang disebut qoth’iy al-wurud dan qoth’iy al-dallah,dapat ditangkap sesuai kemampuan akal.[8]
Perkembangan pemikiran rasional para filosuf muslim juga dipengaruhi atas pendapat para filosuf Yunani. Diantara pendapat akal yang banyak menjadi rujukan filosuf muslim adalah pendapat Plato, Aristoteles dan Plotinus atau Neoplatonisme. Menurut Plotinus, sebagimana dikutip A. Hanafi, bahwa “akal keluar langsung dari yang pertama, ke Esaan pertama dari segala segi menjadi berbilang dengan akal, karena dengan adanya akal maka ada lagi yang menjadi obyek pemikiran. Mulailah timbul keduanya sesudah adanya ke Esaan , yang mutlak adalah yang pertama”.[9]
Ahmad Kharis Zubair, dkk, dalam bukunya Filsafat Islam mengatakan bahwa :
“Dari pemikiran para filosof Yunani tentang permasalahan akal, setidaknya memunculkan tiga macam teori pengetahuan. Pertama disebut sebagai pengetahuan rasional, sebagai tokohnya adalah Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd dan sebagainya. Kedua pengetahuan inderawi, pengetahuan ini hanya terdapat pada klasifikasi sumber pengetahuan, dan belum ada filosof yang mengembangkan teori ini, dan yang ketiga adalah pengetahuan kasyf yang diperoleh lewat ilham”.[10]
Dari ketiga teori pengetahuan ini, pengetahuan rasionallah yang sangat mendominasi tradisi filsafat Islam, sedangkan pengetahuan inderawi/ empiris kurang mendapat tempat, walaupun al-Qur’an banyak mendorong ke arah penggunaan inderawi sebagai sumber pengetahuan.
Filsafat Islam berciri khas religius spiritual, tetapi juga bertumpu pada akal dalam menafsirkan problema ke-Tuhan-an, manusia dan alam, karena wajib al-wujud adalah akal murni. Ia adalah subyek yang berfikir sekaligus obyek pemikir.[11]
Mengingat daya pikir (akal) itu baru bersifat potensi dasar maka perlu dikembangkan. Yaitu melalui pendidikan akal sebagai implementasi pemikiran rasional yang dimiliki oleh setiap manusia. Pendidikan akal ini dalam rangka mengaktualkan potensi dasar manusia yang sudah ada sejak lahir dan masih dalam dataran alteranatif, apakah akan berkembang menjadi akal yang baik atau sebaliknya.
Harun Nasution mengatakan bahwa untuk mewujudkan pemikiran rasional yang agamis perlu diusahakan pemahaman ayat dan hadits sedemikian mungkin sehingga dapat diterima oleh akal dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran absolut (al-Qur’an dan al-Hadits).[12]
Maka tepat sekali dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu mencerdaskan akal dan membentuk jiwa yang Islami. Sehingga akan terwujud sosok pribadi muslim sejati yang berakal dan berpengetahuan dalam segala aspek kehidupan.[13]
Bertolak dari pemikiran di atas, penulis tertarik untuk mengkaji secara lebih mendasar tentang pemikiran rasional dalam Islam dan implementasinya dalam pendidikan Islam, dengan mengambil salah satu tokoh pemikir rasional Islam Indonesia, yaitu Harun Nasution, dan diangkat menjadi sebuah skripsi dengan judul : “Pemikiran Rasional Prof. Dr. Harun Nasution dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam”.
B. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas serta menghindari kesalahpahaman terhadap judul, maka perlu penulis jelaskan secara konkrit dan operasional tentang beberapa istilah yang digunakan.
1. Pemikiran Rasional
Pemikiran rasional adalah cara atau hasil berpikir yang berdasarkan akal (rasio). Dalam pendekatan filosofis, akal adalah sebagai sumber utama pengetahuan, mendahulukan atau mengunggulkan dan bebas terlepas dari pengamatan inderawi.[14]
Penulis maksudkan di sini adalah suatu pemikiran yang bersumber pada akal untuk mencapai suatu kebenaran dalam ilmu pengetahuan , di mana pengetahuan harus dicari dalam akal pikiran (in the realism of the mind), karena kita tidak dapat menemukan secara mutlak dalam pengalaman indera.
2. Prof. Dr. Harun Nasution
Harun Nasution dikenal sebagai seorang tokoh pemikir Islam yang beraliran rasional di Indonesia. Beliau juga seorang pemikir Islam yang begitu sangat memperhatikan terhadap perkembangan pemikiran umat Islam, terutama mengenai tuntutan modernisasi bagi umat Islam, terutama dalam thema-thema Islam yang dikaitkan dengan akal manusia.
Thema Islam agama rasional dan dinamis sangat kuat bergema dalam tulisan-tulisan Harun Nasution, terutama dalam buku-buku Akal dan Wahyu dalam Islam; Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan; dan Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah. Karena dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, aliran teologi yang bercorak rasional itu ditampilkan oleh Mu’tazilah, maka Harun Nasution sering dituduh sebagai “Neo-Mu’tazilah” di Indonesia.[15]
Hal itu bisa dilihat karya ilmiahnya dalam teologi, filsafat dan agama yang mengedepankan potensi manusia dalam mengkaji ilmu pengetahuan.
Harun Nasution adalah putra Indonesia pertama yang dapat mencapai gelar doktor dari Islamic Studies University, Mc Gill, Kanada tahun 1968.[16]
3. Implementasi
Menurut W.J.S. Poerwadarminta, kata implementasi berarti: penerapan.[17] Dalam hal ini penulis maksudkan untuk mengetahui bagaimana penerapan pemikiran rasional Harun Nasution dalam pendidikan Islam.
4. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar, tujuan-tujuannya dan prinsip-prinsip dalam melaksanakan pendidikan didasarkan atas nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits.[18]
Pendidikan Islam di sini, penulis mengarahkan pada pendidikan akal, sehingga diharapkan peserta didik dapat menjadi orang yang cerdas, pandai berpikir, dan dapat menggunakan akalnya dengan baik.[19] Dan diharapkan juga dapat terciptanya pemikiran rasional yang tidak lepas dari ajaran al-Qur’an dan al-Hadits.
C. Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang masalah dan penegasan istilah di atas, maka permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemikiran rasional Harun Nasution ?
2. Bagaimana implementasi pemikiran rasional Harun Nasution dalam pendidikan Islam ?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui gagasan dan pemikiran Harun Nasution tentang pemikiran rasional.
2. Mengetahui bagaimana implementasi / penerapan pemikiran rasional Harun Nasution dalam pendidikan Islam.
E. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sumber Data
Bahwa penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research). Oleh karena itu, data-data yang digunakan bersumber dari bahan-bahan tertulis (Kepustakaan). Sumber data ini kami kelompokkan menjadi :
a. Data Primer
Data Primer adalah data-data yang diambil dari buku-buku ataupun karya lainnya dari Harun Nasution yang isinya membicarakan tentang pemikiran Harun Nasution.
b. Data Skunder
Data Skunder adalah data yang diambil dari tulisan orang lain tentang Harun Nasution ataupun tentang pemikiran rasional dan pendidikan Islam.
2. Metode Pengumpulan Data
Oleh karena datanya adalah bahan tertulis, maka metode pengumpulan datanya adalah dengan membaca, yaitu dengan berusaha mengumpulkan data-data (buku) yang berkaitan langsung atau tidak dengan penulisan skripsi ini.
Dari pengumpulan data tersebut, maka metode ini digunakan untuk memperoleh data dalam menyusun teori-teori sebagai landasan ilmiah dengan mengkaji dan menelaah pokok-pokok permasalahan dari literatur yang mendukung dan berkaitan dengan pembahasan skripsi ini, yaitu yang berkaitan dengan pemikiran rasional dan pendidikan Islam.
3. Metode Analisa Data
Di dalam filsafat, analisa berarti perincian istilah-istilah atau pernyataan-pernyataan ke dalam bagian-bagiannya sedemikian rupa, sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas makna yang dikandungnya.
Untuk menelaah, mengkaji, dan menganalisa data-data tersebut, maka penulis menggunakan metode analisis data sebagai berikut :
a. Metode Analisis-Filosofis
Metode analisis adalah jalan atau cara yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan perincian terhadap obyek yang diteliti; atau cara penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai hal yang diteliti.[20]
Menurut Imam Barnadib, analisis-filosofis pada hakikatnya menggunakan analisis linguistik dan analisis konsep. Analisis linguistik adalah usaha untuk mengetahui arti yang sesungguhnya dari sesuatu. Sedangkan analisis-konsep adalah analisis data-data yang dapat dikatakan kunci atau pokok yang mewakili suatu gagasan atau konsep.[21]
Yang penulis maksudkan di sini adalah menganalisa konsep-konsep baik mengenai rasionalisme maupun pendidikan Islam secara tekstual maupun kontekstual, sehingga diharapkan dapat melahirkan suatu pengertian baru atau konsep baru.
b. Metode Analisis Reflektif
Yang dimaksud metode reflektif adalah berpikir yang prosesnya mondar-mandir antara yang empirik dan yang abstrak.[22] Penulis maksudkan di sini yaitu cara berpikir dari induksi ke deduksi atau dari deduksi ke induksi.
Metode ini digunakan untuk menganalisis konsep-konsep atau teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau pakar dengan cara berpikir mondar-mandir, yaitu dari induksi ke deduksi atau dari deduksi ke induksi untuk memperoleh sebuah kejelasan dalam kerangka teori dan diharapkan dapat melahirkan konsep baru yang lebih baik.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memudahkan pembahasan, pemahaman dan dalam menganalisis permasalahan yang akan dikaji, maka disusunlah penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Bagian Muka (Preliminariess)
Pada bagian muka ini dimuat : Halaman Sampul, Halaman Judul, Nota Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
2. Bagian Isi (Batang Tubuh)
Bab I : Pendahuluan meliputi: Latar Belakang Masalah, Penegasan
Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metodologi
Penelitian, dan Sistematika Penulisan Skripsi.
Bab II : Pembahasan tentang Rasionalisme dalam Pendidikan Islam yang
terdiri dari: A. Rasionalisme dalam Islam meliputi: (1) Rasional dan Rasionalisme (2) Sejarah Pemikiran Rasional dalam Islam, (3) Pemikiran Rasional dalam Islam. B. Pendidikan Islam meliputi : (1) Pengertian Pendidikan Islam (2) Dasar-dasar Pendidikan Islam, (3) Tujuan Pendidikan Islam; C. Pengetahuan Rasional dalam Pendidikan Islam.
Bab III : Pembahasan tentang Pemikiran Rasional Prof. Dr. Harun Yang terdiri dari : A. Biografi Harun Nasution; B. Pemikiran Rasional Harun Nasution meliputi : (1) Akal dan Wahyu, (2) Pemikiran Rasional Agamis; C. Konsep Rasional Harun Nasution
Bab IV : Analisa Pemikiran Rasional Prof. Dr. Harun Nasution dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam , meliputi: A. Implementasi Pemikiran Rasional dalam Pendidikan Islam; B. Pendidikan Akal Implikasi dari Penerapan Pemikiran dalam Pendidikan Islam: (1) Unsur-unsur Dasar Pendidikan Akal, (2) Manfaat Pendidikan Akal.
Bab V : Penutup yang meliputi : A. Kesimpulan, B. Saran-saran, C. Penutup.
3. Bagian akhir skripsi
Pada bagian akhir ini akan dimuat : Daftar Pustaka, Lampiran-lampiran, dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.
[1] DR. H. Abuddin Nata, MA., Metodologi Studi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 327.
[2] Prof. DR. Harun Nasution, Islam Rasional, Mizan, Bandung, 1998, hlm. 183.
[3] DR. Abuddin Nata, Ibid., hlm. 330.
[4] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, cet. I, 1975, hlm. 10.
[5] Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Rasional, Op. Cit., hlm. 177.
[6] Osman Bakar, Hierarki Ilmu, Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu, Mizan, Bandung, 1998, hlm.66.
[7] Imam Chanafi al Jauhari, Hermeunitika Islam Membangun Peradaban Tuhan di Atas Global, Ittaqu Perss, Yogyakarta 1999, hlm.70
[8] Harun Nasution, Islam Rasional, Op. Cit., hlm 7
[9] A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang , Jakarta, 1990, hlm.35
[10] Ahmad Kharis Zubair dkk., Filsafat Islam , seri Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992, hlm. 35-36.
[12] Harun Nasution, Islam Rasional,Op.Cit., hlm. 9
[13] Abdurrahman al-Baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khalifah Islam, Al-Izzah, Jakarta, 1996, hlm.30.
[14] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hlm.929.
[16] Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. Vii.
[17] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Cet. VIII, Jakarta, 1985, HLM.377.
[18] Drs. Muhaimin , MA., Konsep Pendidikan Islam, Sebuah Telaah Komponen Dasar Kurikulum, Ramadhani, Solo, 1991, hlm. 35.
[19] Ibid., hlm. 35
[20] Drs. Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm.59.
[21] Prof. Dr. Imam Barnadib, MA., Filsafat Pendidikan , Andi Offset, Yogyakarta, 1990, hlm. 89.
[22] Prof Dr. H. Noeng Muhadjir, MA., Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, hlm. 66.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar